Tuesday, December 17, 2024

Dari Kisah Dandy dan Lady: Jangan Jadi Generasi Cemen

Tips Mendidik Generasi Bermental Baja

 

ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- "Anak polah bapa kepradah." Sebuah peribahasa Jawa yang artinya apa pun perilaku anak, orang tua ikut terbawa. Tak terima mendapat jadwal koas pada libur Natal dan Tahun Baru, Lady, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya mengadu pada orang tua. Sang Ibu lantas mengajak Luthfi, Ketua Koas, bertemu dan menyampaikan keluhan Lady. Luthfi menyebut jadwal telah sesuai prosedur. Datuk, sopir pribadi ibunya Lady, pun memukul Luthfi hingga terluka dan dirawat di rumah sakit. Pasca kasus viral, kini netizen menguliti keluarga Lady berujung KPK menyelidiki kekayaan sang ayah sekitar Rp9,4 miliar (beautynesia.com, 16/12/2024).

Akankah kasus Lady bakal menjadi Mario Dandy Jilid 2? Gegara gemar flexing kendaraan mewah di media sosial plus menganiaya David hingga koma, Dandy dihujat warganet. Tak berhenti di sini. Kasusnya menyeret sang ayah yang pejabat pajak. Diperiksa hartanya yang dinilai tak wajar hingga dipecat secara tidak hormat (kompas.com, 9/3/2023).

Lady dan Dandy. Setidaknya mewakili sosok anak yang dibesarkan dalam kemewahan karena kekayaan dan jabatan orang tua.  Terbiasa mendapatkan kemudahan, membuat mereka tidak memiliki kemandirian mental dan sosial, juga finansial. Ada sedikit masalah, mengadu pada orang tua. Ingin dianggap kaya, pamer harta orang tua.

Kasus viral Lady Aurellia
Kejadian pemukulan terhadap dokter koas. Foto: beautynesia.id

Meski tak semua demikian, nyatanya hidup serba mewah dan serba mudah telah membentuk anak (pemuda) tak memiliki mental baja. Apalagi bermental pejuang. Alih-alih menyelesaikan masalahnya sendiri, mereka lebih suka minta pertolongan atau perlindungan orang tua. Mudah menyerah sebelum berusaha maksimal. Jadilah mereka generasi cemen (lemah, lembek), bukan superman.

 

Baligh: Mandiri dan Bertanggung Jawab

Anak yang tak memiliki kemandirian mental dan sosial, sangat memungkinkan akan mengandalkan orang tua untuk melindungi bahkan saat dia melakukan kejahatan. Sementara dalam Islam, ketika anak sudah baligh (dewasa), dia harus siap mandiri menjalani tugas kehidupan, paham konsekuensinya, dan mampu mempertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta kelak.

Ketika anak baligh, dia menjadi mukallaf yaitu orang yang dikenai taklif (beban hukum). Usia berapa pun, saat baligh tiba anak harus menjalankan seluruh aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Melakukan apa pun perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Taat tanpa tapi. Tanpa nanti. Tidak ada alasan untuk menghindar dari ketentuan ini. Tidak bisa mengelak dengan alasan, "Saya masih kecil, ya Allah." Atau berdalih, "Saya belum sanggup menjalankan."

Termasuk bila anak telah baligh dan dia melakukan jarimah (kejahatan). Secara umum, jarimah adalah segala tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam Islam, hukum peradilan dan pidana Islam terbagi menjadi hudud, jinayat, ta’zir, dan mukhalafat.

Bila pelaku jarimah telah baligh, maka dalam pandangan Islam dia berdosa dan dikenai sanksi hukuman di dunia. Remaja yang pacaran sampai berzina, hukumannya adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Orang tua tidak bisa melindungi dengan menutupi perbuatan dosanya. Pun meminta atau menyuap pengadilan untuk tidak menjatuhkan sanksi pada anaknya. Prinsip hukum dalam Islam adalah menjalankannya demi menegakkan keadilan. Siapa yang salah harus dihukum sesuai kadar kesalahannya.

Pelaku kejahatan dalam Islam dilihat dari baligh atau belum
Dalam pandangan Islam, tindak kejahatan/kemaksiatan dilihat dari pelakunya apakah sudah baligh atau belum bukan dari batasan usia. Foto: Juanmonino/Canva

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah role model dalam mendidik anak sekaligus menjalankan hukum. Beliau tidak tebang pilih. Tidak pula menerapkan hukum yang tumpul ke bawah tajam ke atas. Bahkan kata beliau, "Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketegasan seperti ini membuat anak tidak mengandalkan orang tua agar melindunginya saat berbuat kejahatan (kemaksiatan). Kasih sayang orang tua bukanlah alasan untuk membenarkan perilaku bersalah sang anak. Atau bahkan demi membela anak, orang tua justru menganiaya pihak yang berseteru dengannya.

 

Tips Mendidik Anak Bermental Baja

Dalam Islam, mendidik anak agar memiliki mental baja mencakup pembentukan karakter yang kuat, tahan banting, dan penuh ketangguhan dalam menghadapi ujian hidup. Beberapa tips yang dapat diterapkan untuk mendidik anak agar bermental baja antara lain:

Pertama, tanamkan iman yang berpengaruh. Anak yang paham agama berlandaskan akidah lurus akan memiliki pondasi mental yang kokoh. Tanamkan konsep tawakal (berserah diri kepada Allah), sabar, dan keyakinan bahwa setiap ujian adalah bagian dari takdir-Nya yang dapat mendatangkan kebaikan. Ajarkan juga berdoa dan berzikir agar jiwa tenang dan teguh hati.

Kedua, teladan orang tua. Anak cenderung meniru perilaku orang tua. Dengan memberi contoh bagaimana mengatasi kesulitan hidup dengan sabar dan tawakal, anak akan belajar untuk tidak mudah menyerah dan tetap bersemangat.

Ketiga, mengajarkan sabar dan ketabahan. Ajarkan anak untuk bersabar menghadapi kesulitan hidup. Sabar adalah kunci menghadapi masalah dengan kekuatan hati. Selain itu, jangan langsung melindungi anak dari kegagalan. Sebaliknya, ajarkan mereka untuk belajar dari kegagalan dan melihatnya sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan.

Keempat, memberikan tanggung jawab. Berikan tugas sesuai kemampuan anak untuk melatih bertanggung jawab. Belajar untuk tidak lari dari masalah dan berani menghadapi tantangan. Fokuslah pada usaha anak, bukan hasilnya. Ini membantu anak agar tidak takut gagal, melainkan untuk berusaha lebih keras.

Kelima, mengajarkan kemandirian. Bimbing anak agar mampu menyelesaikan masalah sendiri tanpa bergantung orang lain, sembari mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu atas izin Allah Ta'ala. Ajaklah berpikir kreatif dan mandiri dalam mencari solusi, tanpa selalu mengandalkan orang lain.

Keenam, menanamkan ridha menerima takdir. Menghadapi takdir dengan ridha adalah kunci mental baja. Ajarkan anak bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup, baik itu kesulitan maupun kenikmatan, merupakan bagian dari ujian Allah yang perlu diterima dengan lapang dada. Di sisi lain, dorong anak untuk berusaha maksimal.

Ketujuh, membangun kepercayaan diri. Dalam Islam, setiap individu diberikan kebebasan memilih jalan hidupnya, asal tidak melanggar syariat. Ajarkan anak untuk membuat keputusan yang baik dan bertanggung jawab atas pilihan mereka.

Kedelapan, doa dan tawakal. Doa merupakan sarana komunikasi dengan Allah Ta'ala. Ajarkan anak berdoa, baik dalam keadaan suka maupun duka, agar hatinya tetap tenang dan kuat. Ajarkan anak berusaha sebaik-baiknya dan berserah diri kepada Allah atas segala hasil yang dicapai.

Dengan tips di atas, semoga orang tua dapat membantu anak membangun mental yang kuat, berani, dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Pada akhirnya akan membentuk pribadi yang tangguh sesuai dengan ajaran Islam. Insya Allah. []

 

 

Kontributor: Puspita Satyawati (Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)

Sedekah Barengan Si Domba untuk Para Santri Penghafal Alqur'an ke https://indonesiaberbagikebaikan.com/