ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- "Anak polah bapa kepradah." Sebuah peribahasa Jawa yang artinya apa pun perilaku anak, orang tua ikut terbawa. Tak terima mendapat jadwal koas pada libur Natal dan Tahun Baru, Lady, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya mengadu pada orang tua. Sang Ibu lantas mengajak Luthfi, Ketua Koas, bertemu dan menyampaikan keluhan Lady. Luthfi menyebut jadwal telah sesuai prosedur. Datuk, sopir pribadi ibunya Lady, pun memukul Luthfi hingga terluka dan dirawat di rumah sakit. Pasca kasus viral, kini netizen menguliti keluarga Lady berujung KPK menyelidiki kekayaan sang ayah sekitar Rp9,4 miliar (beautynesia.com, 16/12/2024).
Akankah
kasus Lady bakal menjadi Mario Dandy Jilid 2? Gegara gemar flexing kendaraan
mewah di media sosial plus menganiaya David hingga koma, Dandy dihujat warganet.
Tak berhenti di sini. Kasusnya menyeret sang ayah yang pejabat pajak. Diperiksa
hartanya yang dinilai tak wajar hingga dipecat secara tidak hormat (kompas.com,
9/3/2023).
Lady
dan Dandy. Setidaknya mewakili sosok anak yang dibesarkan dalam kemewahan
karena kekayaan dan jabatan orang tua.
Terbiasa mendapatkan kemudahan, membuat mereka tidak memiliki
kemandirian mental dan sosial, juga finansial. Ada sedikit masalah, mengadu
pada orang tua. Ingin dianggap kaya, pamer harta orang tua.
![]() |
Kejadian pemukulan terhadap dokter koas. Foto: beautynesia.id |
Meski
tak semua demikian, nyatanya hidup serba mewah dan serba mudah telah membentuk
anak (pemuda) tak memiliki mental baja. Apalagi bermental pejuang. Alih-alih
menyelesaikan masalahnya sendiri, mereka lebih suka minta pertolongan atau
perlindungan orang tua. Mudah menyerah sebelum berusaha maksimal. Jadilah
mereka generasi cemen (lemah, lembek), bukan superman.
Baligh:
Mandiri dan Bertanggung Jawab
Anak
yang tak memiliki kemandirian mental dan sosial, sangat memungkinkan akan
mengandalkan orang tua untuk melindungi bahkan saat dia melakukan kejahatan.
Sementara dalam Islam, ketika anak sudah baligh (dewasa), dia harus siap
mandiri menjalani tugas kehidupan, paham konsekuensinya, dan mampu
mempertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta kelak.
Ketika
anak baligh, dia menjadi mukallaf yaitu orang yang dikenai taklif
(beban hukum). Usia berapa pun, saat baligh tiba anak harus menjalankan
seluruh aturan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Melakukan apa pun perintah
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Taat
tanpa tapi. Tanpa nanti. Tidak ada alasan untuk menghindar dari ketentuan ini.
Tidak bisa mengelak dengan alasan, "Saya masih kecil, ya Allah." Atau
berdalih, "Saya belum sanggup menjalankan."
Termasuk
bila anak telah baligh dan dia melakukan jarimah (kejahatan).
Secara umum, jarimah adalah segala tindakan atau perbuatan yang dilarang
oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dalam Islam, hukum peradilan dan pidana
Islam terbagi menjadi hudud, jinayat, ta’zir, dan mukhalafat.
Bila
pelaku jarimah telah baligh, maka dalam pandangan Islam dia
berdosa dan dikenai sanksi hukuman di dunia. Remaja yang pacaran sampai berzina,
hukumannya adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Orang
tua tidak bisa melindungi dengan menutupi perbuatan dosanya. Pun meminta atau
menyuap pengadilan untuk tidak menjatuhkan sanksi pada anaknya. Prinsip hukum
dalam Islam adalah menjalankannya demi menegakkan keadilan. Siapa yang salah
harus dihukum sesuai kadar kesalahannya.
![]() |
Dalam pandangan Islam, tindak kejahatan/kemaksiatan dilihat dari pelakunya apakah sudah baligh atau belum bukan dari batasan usia. Foto: Juanmonino/Canva |
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah
role model dalam mendidik anak sekaligus menjalankan hukum. Beliau tidak
tebang pilih. Tidak pula menerapkan hukum yang tumpul ke bawah tajam ke atas.
Bahkan kata beliau, "Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya,
seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya"
(HR. Bukhari dan Muslim).
Ketegasan
seperti ini membuat anak tidak mengandalkan orang tua agar melindunginya saat
berbuat kejahatan (kemaksiatan). Kasih sayang orang tua bukanlah alasan untuk
membenarkan perilaku bersalah sang anak. Atau bahkan demi membela anak, orang
tua justru menganiaya pihak yang berseteru dengannya.
Tips
Mendidik Anak Bermental Baja
Dalam
Islam, mendidik anak agar memiliki mental baja mencakup pembentukan karakter
yang kuat, tahan banting, dan penuh ketangguhan dalam menghadapi ujian hidup.
Beberapa tips yang dapat diterapkan untuk mendidik anak agar bermental baja
antara lain:
Pertama,
tanamkan iman yang berpengaruh. Anak yang paham agama berlandaskan akidah lurus
akan memiliki pondasi mental yang kokoh. Tanamkan konsep tawakal (berserah diri
kepada Allah), sabar, dan keyakinan bahwa setiap ujian adalah bagian dari
takdir-Nya yang dapat mendatangkan kebaikan. Ajarkan juga berdoa dan berzikir
agar jiwa tenang dan teguh hati.
Kedua,
teladan orang tua. Anak cenderung meniru perilaku orang tua. Dengan memberi
contoh bagaimana mengatasi kesulitan hidup dengan sabar dan tawakal, anak akan
belajar untuk tidak mudah menyerah dan tetap bersemangat.
Ketiga,
mengajarkan sabar dan ketabahan. Ajarkan anak untuk bersabar menghadapi
kesulitan hidup. Sabar adalah kunci menghadapi masalah dengan kekuatan hati.
Selain itu, jangan langsung melindungi anak dari kegagalan. Sebaliknya, ajarkan
mereka untuk belajar dari kegagalan dan melihatnya sebagai bagian dari proses
menuju keberhasilan.
Keempat,
memberikan tanggung jawab. Berikan tugas sesuai kemampuan anak untuk melatih bertanggung
jawab. Belajar untuk tidak lari dari masalah dan berani menghadapi tantangan.
Fokuslah pada usaha anak, bukan hasilnya. Ini membantu anak agar tidak takut
gagal, melainkan untuk berusaha lebih keras.
Kelima,
mengajarkan kemandirian. Bimbing anak agar mampu menyelesaikan masalah sendiri
tanpa bergantung orang lain, sembari mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu
atas izin Allah Ta'ala. Ajaklah berpikir kreatif dan mandiri dalam
mencari solusi, tanpa selalu mengandalkan orang lain.
Keenam,
menanamkan ridha menerima takdir. Menghadapi takdir dengan ridha adalah kunci
mental baja. Ajarkan anak bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup, baik itu
kesulitan maupun kenikmatan, merupakan bagian dari ujian Allah yang perlu
diterima dengan lapang dada. Di sisi lain, dorong anak untuk berusaha maksimal.
Ketujuh,
membangun kepercayaan diri. Dalam Islam, setiap individu diberikan kebebasan
memilih jalan hidupnya, asal tidak melanggar syariat. Ajarkan anak untuk
membuat keputusan yang baik dan bertanggung jawab atas pilihan mereka.
Kedelapan, doa
dan tawakal. Doa merupakan sarana komunikasi dengan Allah Ta'ala.
Ajarkan anak berdoa, baik dalam keadaan suka maupun duka, agar hatinya tetap
tenang dan kuat. Ajarkan anak berusaha sebaik-baiknya dan berserah diri kepada
Allah atas segala hasil yang dicapai.
Dengan
tips di atas, semoga orang tua dapat membantu anak membangun mental yang kuat,
berani, dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Pada akhirnya akan
membentuk pribadi yang tangguh sesuai dengan ajaran Islam. Insya Allah.
[]
Kontributor: Puspita Satyawati (Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)