Tuesday, November 19, 2024

Sanksi Rajam Ditinggalkan, Zina Bertebaran

Rajam ditiadakan, Zina Di Mana-mana

 

ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Terlalu! Istri pergi umroh, suami berzina dengan pelakor di rumah. Bejatnya lagi, perzinaan tersebut diiringi oleh murottal agar suara dari dalam kamar tidak terdengar oleh anak-anak di dalam rumah. Kini, perzinaan tersebut terbongkar oleh anaknya yang menemukan chat sang ayah dengan pelakor, hingga tersebar di media (radarbali.id, 3/11/2024).

Ya Rabb... Nyaris tak bisa berkata-kata membaca kabar tersebut. Begitu mudahnya manusia modern hari ini melakukan zina.  Padahal Allah SWT telah menyebutnya sebagai fahisyah (sangat menjijikkan) dan seburuk-buruknya jalan. Dalam pandangan agama Islam, hukum zina jelas dosa besar.

Apalagi melakukan zina dan mengiringinya dengan menyetel murottal. Ini adalah bentuk penistaan agama. Lantunan ayat suci Al-Qur'an diperdengarkan untuk menutupi lenguhan adegan bejat mereka. Kejahatan yang berlipat. Sanksinya juga harusnya ganda. Hukuman bagi pezina dan penista agama. Namun di negara sekuler seperti Indonesia ini, berlakukah sanksi hukum yang memberikan efek jera agar zina tak lagi merajalela?

 

Mandulnya Sanksi Zina Kini

Sayangnya, hukuman bagi pezina di negeri mayoritas berpenduduk Muslim ini tak ada. Asal pelakunya suka sama suka, aparat penegak hukum tak bisa menindaknya. Terlebih memang pasal hukum untuk menjerat si pelaku tidak tersedia. Kecuali salah satu di antaranya menyatakan sebagai korban pemaksaan atau pemerkosaan, baru proses hukum bisa dijalankan.

Inilah salah satu penyebab kian maraknya zina. Ketika negara tidak memberlakukan hukuman tegas bagi para pelaku zina Sehingga tidak ada efek jera, baik bagi pelaku maupun anggota masyarakat lainnya. Jadilah zina dianggap perbuatan tak berdosa karena tak ada hukuman yang diberlakukan oleh negara, sebagaimana kejahatan lainnya seperti mencuri, merampok, membunuh, dan seterusnya.

Maka bisa kita saksikan hari ini khususnya di kalangan anak muda,  pergaulan bebas merajalela, angka kehamilan tidak dikehendaki (KTD) pun meninggi. Bahkan gaul bebas seolah jadi tren. Enggak punya pacar itu enggak keren, kata mereka. Kalau pun pacaran berujung kehamilan, pilihannya tinggal diaborsi atau dinikahkan demi menutupi aib keluarga. Nastaghfirullaah.

Selain tidak adanya hukuman tegas, zina marak akibat penerapan sistem sekularisme liberalistik. Sistem cacat ini mengajarkan agama dipisahkan dari kehidupan dan cukup menggunakannya saat berinteraksi dengan Tuhan (Allah) dalam ibadah ritual saja.  Agama tidak diperbolehkan mengatur sisi hidup lainnya termasuk soal pergaulan dengan lawan jenis atau saat memenuhi naluri seksualnya.

Zina dosa besar
Ilutrasi perzinahan yang marak di tengah masyarakat. Foto: Zimmytws/Canva


Berkelindan dengan paham liberalisme, seiring terpisahnya hidup dari agama, manusia lebih cenderung menggunakan aturannya sendiri. Sesuai kehendaknya. Berdasarkan hawa nafsunya. Bebas nyaris tanpa batas.

'Wajar' bila lahir manusia berkelakuan binatang. Secara fisik berwujud manusia, tapi bertindak liar ala hewan. Bahkan lebih buruk dari hewan ternak. Benarlah firman Allah Subhanallaahu Wa Ta'ala, 

"Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah" (QS. Al A'raf: 179).

Sekularisme liberal yang telah merasuki jiwa sebagian individu Muslim, telah  menurunkan kualitas iman dan takwa. Tak lagi ada rasa takut atau malu saat bermaksiat pada hukum-Nya. Keluarga yang mengadopsi pemikiran ini akan mengabaikan nilai-nilai agama (Islam) sebagai dasar mendidik putra-putrinya.

Masyarakat pun jauh dari fungsi kontrol sosial. Amar makruf nahi mungkar terabaikan. Tak ada lagi saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran di antara anggota masyarakat.

Apalagi negara sebagai institusi penerap hukum. Sekularisme yang menjadi asas pemerintahan jelas meniadakan agama dalam berbagai pengaturan. Termasuk tidak adanya pemberlakuan sanksi hukum sesuai ajaran agama. Bila demikian, 'wajar' bila selingkuh, gaul bebas, zina akan terus ada bahkan meningkat kasusnya.

Rajam efektif mencegah perzinahan
Ilustrasi mandulnya sanksi hukum terhadap aktivitas perzinahan. Foto: Giu/Canva

 

Rajam Efektif Hentikan Zina

Maraknya zina menjadi salah satu bukti buruknya kehidupan masyarakat akibat meninggalkan hukum Allah Ta'ala. Zina adalah suatu tindakan memasukkan alat kelamin (pria) ke dalam alat kelamin wanita yang bukan mahram. Status hukum zina adalah haram. Firman Allah Ta'ala,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu sangat keji dan sejahat-jahat jalan (terkutuk)” (QS. Al Isra: 32).

Hikmah diharamkannya zina adalah agar kehormatan umat Islam terjaga dan juga agar kemurnian garis keturunan (nasab) terpelihara. Apabila pezina adalah ghairu muhshan (belum menikah) kemudian ia melakukan hubungan seksual, maka ia akan dikenai jilid sebanyak seratus kali.

Allah Subhanallaahu Wa Ta'ala berfirman, “Pezina wanita dan pezina laki-laki, maka jilidlah masing-masing dari keduanya dengan seratus kali jilidan…” (QS. An Nuur: 2).

Apabila ia seorang budak (hamba sahaya), maka akan dijilid sebanyak lima puluh kali. Jika si pezina adalah muhshan (telah menikah), baik lelaki maupun perempuan, maka ia dirajam dengan batu hingga mati. Dalilnya adalah perbuatan Rasul (fi’l ur-Rasul). Beliau pernah merajam seorang wanita bernama Ghamidiyah yang berzina. Pun merajam seorang pria bernama Maiz yang melakukan perzinaan.

Adapun syarat-syarat dijatuhkannya hukuman bagi perzinaan adalah pertama, pezina baligh dan berakal, sama saja apakah Muslim ataukah bukan. Kedua, si pezina tidak berzina secara terpaksa. Sebab tidak akan dijatuhkan hukuman bagi orang yang terpaksa.

Ketiga, aktivitas zina itu harus ditetapkan dengan pembuktian (al bayyinat) secara syar’i, yakni pernyataan dari pelaku atau kesaksian empat orang yang adil, atau tampaknya kehamilan pada wanita disertai pengakuan.

Keempat, tidak boleh ada syubhat (kesamaran) tentang terjadinya aktivitas perzinaan karena Rasul pernah bersabda,“Sebuah had dapat tertolak karena adanya syubhat.”

Teknis pelaksanaan had rajam bagi pelaku zina adalah digalikan lubang untuknya, kemudian ia ditanam sedalam dadanya dan dilempari dengan batu hingga mati. Pelaksanaannya dihadiri oleh hakim atau yang mewakilinya dan kerumunan umat Islam, berdasarkan firman Allah Ta'ala,“…dan hendaklah segolongan orang mukmin menyaksikan siksaan terhadap keduanya…” (QS. An-Nuur: 2).

Bila hukum rajam diterapkan, insya Allah akan menimbulkan efek jera bagi pelaku (zawajir) dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Pun sebagai penebus dosa pelaku di akhirat kelak di hadapan pengadilan Allah Ta'ala (jawabir). Berbeda dengan sistem hukum buatan manusia yang bisa berubah-ubah, tidak membuat jera, serta tidak membuat orang lain takut untuk berbuat kejahatan serupa.

Namun pidana syariah tentu hanya bisa tegak jika sistem pemerintahannya juga menerapkan syariat Islam kaffah, yaitu khilafah islamiyah berdasar manhaj kenabian. Bukan atas dasar sekularisme yang menafikan aturan Ta'ala dalam kancah kehidupan. []

 

 

Kontributor: Puspita Satyawati (Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)

 

Kunjungi website https://indonesiaberbagikebaikan.com/ untuk Aliran Wakaf Jariyahmu