Thursday, October 17, 2024

Pernikahan Dini: Tidak untuk Dicaci Tapi Remaja Dibekali

Hukum Pernikahan Dini

 

ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Soal yang selalu kontroversial. Apakah itu? Tak lain tak bukan tentang pernikahan muda (dini). Terbaru, pernikahan pasangan influencer berusia belia, Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa jadi sorotan. Diketahui Gus Zizan berusia 19 tahun, sedangkan Kamila masih berusia 17 tahun. Banyak kalangan menilai usia keduanya masih teramat belia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, pernikahan hanya diizinkan bila pria dan wanita telah mencapai umur 19 tahun (detik.com, 9/10/2024).

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang mengambil keputusan menikah di usia muda, bahkan di bawah umur. Seiring angka permohonan dispensasi nikah yang meninggi akhir-akhir ini, terungkap mayoritas penyebabnya adalah kehamilan tidak dikehendaki (KTD).  Akibat bergaul terlalu bebas, pacaran lalu berhubungan seksual dengan sang pacar hingga berbuah kehamilan. Ada yang janinnya diaborsi, sebagian lainnya dinikahkan demi menutup aib keluarga. Miris!

Adapun penyebab nikah muda lainnya adalah budaya (kebiasaan) di masyarakat tertentu memang menikahkan anak di usia dini. Bisa jadi karena faktor minimnya pendidikan, kurangnya kesempatan kerja, atau keterbatasan informasi. Orang tua juga berpengaruh memberikan tekanan pada anak dengan motif bermacam-macam. Atau   orang tua justru melihat pernikahan sebagai upaya menjaga kehormatan dan terhindar dari pergaulan bebas, maka anak dinikahkan di usia muda.

Saat ini kita saksikan upaya pencegahan pernikahan anak kian gencar dilakukan. Salah satunya melalui Seminar Cegah Kawin Anak. Memandang pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi maka pernikahan anak harus dicegah (kemenag, 20/9/2024). Program pencegahan kawin anak pun menjadi fokus Kemenag. Ada program pembentukan aktor resolusi untuk menciptakan generasi berkualitas, serta program pelatihan dan pendampingan bagi siswa terpilih seperti Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) agar menjadi agen pencegah perkawinan anak (kemenag, 19/9/2024). Lantas, bagaimana kita mendudukkan perkara pernikahan muda ini?


Gaul Bebas Dibiarkan, Nikah Muda Dilarang?

Bila ditelisik, pernikahan anak merupakan dampak dari maraknya pornografi dan pornoaksi. Memicu meningkatnya naluri seksual bagi anak remaja. Akibatnya, sebagian besar remaja terlibat pergaulan bebas bahkan sampai hamil di luar nikah. Sebagiannya lagi mengajukan dispensasi pernikahan dini, dan sebagian remaja lain menikah karena ingin menjaga agamanya, yakni takut berzina.

 

Nikah muda
Ilustrasi pernikahan dini. Foto: Surabayapagi

Adapun penyebab generasi tidak berkualitas bukan karena pernikahan dini, tetapi karena pasangan suami istri tidak dibekali ilmu yang cukup terkait itu. Oleh karenanya, menjadi pandangan keliru ketika perkawinan anak terus dipertanyakan, bahkan dianggap berbahaya dan akan melahirkan generasi yang lemah. Padahal pernikahan anak tidak berbahaya karena dibolehkan sesuai ajaran Islam. Setiap ajaran Islam itu membawa maslahat, tidak membawa bahaya.

Di sisi lain, sangat jelas bahaya dari pergaulan bebas yaitu menyebarnya HIV/AIDS, perzinaan, aborsi, dan kerusakan-kerusakan yang lain. Inilah yang harus dihentikan sebelum azab Allah makin besar terhadap penduduk negeri ini. Sehingga tidak perlu mencegah pernikahan dini, tetapi penting memberi bekal mereka agar siap memasuki pernikahan sehingga mampu melahirkan generasi yang berkualitas.

Dalam Islam pun tidak ada batasan umur pernikahan. Artinya, berapa pun usia calon suami istri tidak menghalangi sahnya pernikahan, bahkan usia belum baligh sekalipun. Di dalam ilmu fikih, baligh jika dikaitkan dengan ukuran usia, pria berkisar 15 tahun dan wanita berkisar 9 tahun. Tidak tercapainya keluarga berkualitas dan melahirkan generasi berkualitas, bukan karena umur mereka yang masih usia dini. Namun, akibat mereka tidak disiapkan secara matang untuk memasuki pernikahan.

Adapun bila ada yang berpendapat bahwa pernikahan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dengan Aisyah radhiyallaahu 'anha adalah pengecualian dan khusus bagi Rasulullah, serta tidak boleh dicontoh umatnya adalah dalih yang tidak berdasar karena dalilnya umum, tidak ada satu dalil yang mengkhususkan. Bahkan ulama bersepakat bahwa menikah dengan anak yang masih kecil itu boleh.

Berikut keterangan Ibnu Hajar, “Gadis kecil dinikahkan oleh bapaknya dengan sepakat ulama. Tidak ada yang menyelisihi, kecuali pendapat yang asing” (Fathul Bari, 9: 239).

Terlebih pada masa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, para Sahabat Rasulullah juga ada yang menikahi istrinya saat usia anak-anak dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam tidak melarang. Hal ini menunjukkan pernikahan dini boleh bagi Rasulullah, juga boleh bagi umatnya. Jadi tidak ada alasan untuk melarang penikahan muda. Adapun yang harus dilakukan adalah memberi bekal remaja untuk menikah dan  mengharamkan/menghentikan pergaulan bebas.

 

Bekali Remaja Menikah

Lembaga pendidikan formal dan keluarga wajib menyiapkan kurikulum yang membekali remaja agar mampu membentuk keluarga yang tangguh, sakinah mawaddah wa rahmah untuk menghasilkan generasi berkualitas, bertakwa, menjauhi zina, dan menjauhi hal-hal yang menyebabkan perzinaan.

Stop Zina
Ilustrasi seruan menjauhi zina. Foto: Geralt/Canva

Untuk mencapai tujuan berkeluarga tersebut (QS. Ar Ruum: 21), baik institusi pendidikan formal maupun keluarga wajib memberi materi tentang hak dan kewajiban suami istri. Dalam rumah tangga, Allah memberikan peran kepada suami sebagai pemimpin rumah tangga yang wajib memimpin, melindungi, dan memberi nafkah kepada keluarganya sebagaimana dalam QS. An Nisa': 34. Pun dibekali ilmu agama agar mampu mendidik anak istrinya dan terhindar dari api neraka (QS. At Tahrim: 6).

Selanjutnya membekali remaja putri dengan pemahaman peran dan kewajiban istri. Dalam rumah tangga, Allah memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai sebagai Ibu dan pengatur rumah (ummun wa rabbatul bait) yang bertanggung jawab mengatur rumahnya di bawah kepemimpinan suami. Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, “…Dan wanita adalah penanggung jawab dalam rumah suaminya dan anak-anaknya” (HR. Bukhari).

Calon ibu harus dibekali keterampilan mengurus rumah agar rapi dan sehat. Pun harus dibekali ilmu untuk mengasuh, mendidik, sebagai teladan yang baik, mencarikan lingkungan yang kondusif sehingga anak-anaknya menjadi anak shalih dan shalihah. Bahkan calon pasutri harus dibekali kemampuan menyelesaikan masalah. Sejak dini, anak dilatih untuk menyelesaikan masalah, diajari memahami fakta permasalahan, menganalisis akar masalahnya, dan memberi solusi dengan standar Islam.

Dengan demikian, menyalahkan pernikahan dini sebagai biang kerok lahirnya generasi tidak berkualitas tentu bukan sikap bijak. Seharusnya pihak berwenang lebih fokus memberantas pergaulan bebas dan mengenyahkan sarana-sarana porno. Dan bagi yang memilih menikah muda, persiapkan diri menjalaninya dengan bekal ilmu agama serta keterampilan hidup lainnya.

Semoga mendapatkan keutamaan, sebagaimana kabar gembira dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam “Tiga golongan yang Allah wajibkan atas diri-Nya untuk menolong mereka; orang yang berjihad di jalan Allah, mukatab (budak) yang ingin menebus dirinya, dan orang yang menikah demi menjaga kehormatan dirinya” (HR, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah,  Al Hakim).

 

 

 

Kontributor: Puspita Satyawati

(Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)

 

Wakaf Jariyah Sarana Air Bersih di link https://linktr.ee/id.berbagikebaikan