ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Lagi-lagi flexing. Tak kapok dihujat warganet, menantu Presiden Republik Indonesia ketujuh itu kembali pamer kemewahan. Kali ini, ia 'berbagi kebahagiaan' dengan mengunggah pengalaman makan sushi sashimi nigiri, sebuah paket sushi eksklusif seharga 1,5-3 juta rupiah melalui Instagram Story.
Ilustrasi sushi nigiri, makanan yang diunggah Erina Gudono. Foto: Katerinina/Canva
Unggahan ini langsung menuai kritik dari warganet yang menilai gaya hidup mewah Erina tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Sebelumnya, ia juga dikecam karena pamer hal-hal mewah seperti roti seharga Rp 400 ribu, naik private jet ke Amerika Serikat, hingga membeli stroller bayi dengan harga fantastis (fajar.co.id, 18/10/2024).
Bila flexing dilakukan oleh artis atau pengusaha, publik mungkin masih bisa menerima. Namun saat pamer kemewahan dipertontonkan oleh anggota keluarga presiden atau pejabat tinggi, rakyat kesal jadinya. Apalagi selama ini sang bapak mertua getol mencitrakan dirinya sebagai sosok pemimpin sederhana. Tapi nyatanya?
Keluarga Pejabat Flexing: Memalukan
Merespons flexing ala Erina, Pegiat Media Sosial, Jhon Sitorus dalam cuitannya di X menyoroti ketidakpekaan Erina terhadap derita masyarakat yang sedang berjuang secara ekonomi. Jhon pun menyebut pamer kemewahan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit menunjukkan kurangnya rasa empati (fajar.co.id, 18/10/2024).
Miris! Tindakan niretika justru diperlihatkan oleh anggota keluarga istana. Ini yang bikin rakyat mengelus dada. Di mana rasa empati itu berada, saat pamer roti seharga ratusan ribu dan sushi jutaan rupiah, sementara 25,22 juta orang miskin di Indonesia merasa bersyukur masih bisa makan tiga kali sehari dengan menu sederhana? Kebanyakan dari mereka makan sekadar untuk menegakkan badan, agar bisa beraktivitas dan menjalankan berbagai amanah kehidupan.
Jangan lupa, bangsa ini juga terkategori sebagai negara dengan tingkat kelaparan tertinggi (terburuk) kedua dari sembilan negara ASEAN yang diriset. Satu-satunya negara tetangga yang tingkat kelaparannya lebih tinggi (lebih buruk) dari Indonesia hanya Timor Leste (rri.co.id, 24/7/2024).
![]() |
Antrean pelamar kerja membludak, sebuah kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Foto: detik.com |
Tak hanya Erina, beberapa anggota keluarga pejabat juga suka flexing. Masih ingat Mario Dandy yang hobi flexing kendaraan mewah hingga berujung petaka? Kasusnya menyeret sang ayah yang pejabat Ditjen Pajak hingga harus mengundurkan diri dari jabatannya. Gegara warganet kesal dengan Dandy, akhirnya kekayaan orang tua Dandy pun ditelusuri. Setelah diusut, ternyata orang tua Dandy memiliki kekayaan yang terlapor di LHKPN sebesar Rp56,1 miliar, membuatnya berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (mediaindonesia.com, 7/3/2023).
Seharusnya tak hanya pemimpin (pejabat) yang berlaku sederhana. Idealnya, mereka mendidik anggota keluarganya -istri, anak, menantu- untuk berpola hidup sederhana juga. Semua mesti memahami bahwa jabatan atau kekuasaan itu bukan kesempatan untuk meningkatkan kekayaan. Pun bukan sarana memamerkan harta.
Pemimpin itu pelayan rakyat. Dia digaji dari harta rakyat. Sungguh memalukan, bila uang pejabat dipergunakan untuk bermewah-mewah lalu dipamerkan di hadapan publik. Sementara jutaan jelata hidup sengsara. Sungguh mati rasa!
Dalam pandangan Islam, agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini, pemimpin adalah pengurus (ra'in) dan pelindung (junnah). Ia wajib mengelola urusan rakyat agar teraih maslahat, melindungi dari segala keburukan, serta memastikan kebutuhan hidup mereka terpenuhi terutama kebutuhan pokoknya. Seorang pejabat publik tak hanya berpikir untuk menyejahterakan diri, keluarga, dan sirkelnya.
Pemimpin juga mestinya mampu memberikan teladan. Bukan yang bergaya NATO (No Action Talk Only). Tak hanya mengajak rakyat hidup sederhana, tapi juga memberi contohnya. Pun mendidik istri, anak, dan menantu untuk hidup tak berlebih-lebihan. Dan membiasakan mereka memiliki rasa malu bila bermewah-mewah di atas penderitaan rakyat.
Sosok pemimpin
dan keluarganya yang peduli, empati, sekaligus sederhana inilah yang akan
merebut hati rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang
yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun
mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang
kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun
melaknat kalian" (HR. Muslim).
Kesederhanaan Khalifah Umar dan Keluarga
Bila hari ini kita sulit menemukan sosok pemimpin dan keluarganya yang hidup sederhana, cobalah menengok pada sejarah para pemimpin Islam di masa lampau. Siapa tak kenal Khalifah Umar bin Abdul Aziz? Ketika beliau menjabat Khalifah Bani Umayah, langkah pertama yang dilakukan adalah melarang keluarganya untuk bermewah-mewahan. Istrinya, Fatimah binti Abdul Malik diminta untuk mencopot semua perhiasan yang menempel di badannya.
Kisah ini terungkap dalam Kitab Tarikhul Khulafa, (Jeddah, KSA, Darul Minhaj, cetakan II, halaman 379), karya Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As Suyuthi. Dalam kitab tersebut dijelaskan, Al Laits meriwayatkan, program pertama di awal kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz adalah pembenahan yang dimulai dari keluarganya sendiri.
Suatu hari, sebagaimana dikisahkan Furat bin As Saib, Umar bin Abdul Aziz menyuruh istrinya untuk memilih suami atau harta yang dimiliki. "Pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan itu ke baitul mal atau kamu izinkan aku untuk berpisah denganmu? Sebab aku sangat membenci jika aku, kamu, dan perhiasan itu berada dalam satu rumah," tegas Umar.
Sebagai istri shalihah, Fatimah tentu saja menolak jika harus berpisah dengan suaminya. "Tidak wahai suamiku, aku akan tetap memilih kamu daripada perhiasan ini. Bahkan jika ada yang lebih dari perhiasan ini, aku akan tetap memilihmu," jawab Fatimah. Lalu Umar menyuruh pegawainya untuk menyimpan perhiasan istrinya itu di kas negara (baitul mal).
Ketika Umar
bin Abdul Aziz wafat, kepemimpinan diganti oleh Yazid bin Abdul Malik. Tidak
tega dengan Fatimah yang telah melepas semua perhiasannya untuk baitul mal,
Yazid menawarkan untuk mengembalikannya. Namun Fatimah menjawab, "Tidak,
mana mungkin saya rela melepas perhiasanku saat suamiku masih hidup namun
melepas kerelaan itu ketika ia sudah wafat," tegas Fatimah pada Yazid. Masya
Allah!
Pelajaran yang bisa diambil dari sepenggal kisah di atas adalah pentingnya para pemimpin dalam menjaga keluarga dari godaan dunia. Sebagaimana diketahui, keluarga berperan strategis dalam memengaruhi perilaku seseorang. Sebab dalam kehidupan sehari-hari, interaksi seseorang lebih banyak dilakukan dengan keluarga.
Selain itu,
ujian kesabaran, keikhlasan, dan sebagainya, lebih banyak datang dari pihak
keluarga. Dengan demikian, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang,
apalagi bagi seorang pemimpin ketika menjalani tugas atau pekerjaannya. []
Kontributor: Puspita Satyawati
(Pemimpin Redaksi
Muslimah Inspiratif, Narasumber
Kajian Islam)
Wakaf Mushaf Alquran Hafaaln untuk Santri bisa ke https://linktr.ee/id.berbagikebaikan