ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Jarimu harimaumu! Peribahasa ini seringkali dikaitkan dengan peringatan agar seseorang menjaga perkataan (tulisan, unggahan, ketikan di media sosial), karena bila salah akan mendatangkan celaka. Sayangnya, peringatan ini seolah tak berlaku lagi. Nilai agama dan moral pun diabaikan.
Manusia moderen merasa bebas meluapkan perasaan dan emosi lewat diksi apa pun. Apalagi di dunia maya yang satu sama lain tak langsung bertatap muka. Membuat warganet lebih leluasa mengekspresikan komentarnya. Dari yang bernada biasa hingga julid bahkan berbau porno. Sebagaimana yang terjadi pada penyanyi Bernadya. Ia menjadi korban pelecehan seksual verbal di internet. Videonya di TikTok dipenuhi komentar tidak senonoh hingga akhirnya ia menonaktifkan kolom komentar.
Beberapa komentar warganet yang jorok adalah kata yang merujuk ke “tobrut” atau “toket brutal”. Ini merupakan istilah yang menyinggung pay**ara. Mereka menuliskannya begini, “Mau ke mana brut” dan “Brutnadya.” Komentar tersebut dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual, sebab istilah “tobrut” menyinggung bagian tubuh perempuan, mengobjektifikasinya, dan mengaitkannya dengan unsur seksual (kumparan.com, 27/9/2024).
Tak hanya dalam kasus Brutnadya. Anak dan remaja hari ini juga sering menggunakan bahasa kasar dalam keseharian. Mengumpat saat main game online atau ketika bercanda dengan teman. Tontonan film termasuk drakor favorit mereka pun tak lepas dari umpatan-umpatan khas anak muda.
Miris! Karena
sebagian dari mereka adalah remaja Muslim yang seharusnya bisa menjaga adab berkata-kata,
baik dengan lisan maupun tulisan. Padahal Islam telah mengajarkan pemeluknya
untuk berkata baik, berlemah lembut dalam bertutur, dan tidak menyakiti
perasaan orang lain. Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasallam mengingatkan, "Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Ilustrasi mudahnya warganet menulis komentar cabul. Foto: ASF/Canvapro
Bahasa Arab: Bahasa Al-Qur'an
Terlebih
seorang Muslim telah memiliki kitab suci yang indah sekali bahasanya yaitu
Al-Qur'an. Al-Qur'an berisi kalam Ilahi, diturunkan oleh Allah sebagai pemandu
manusia dalam menjalani kehidupan di seluruh sisi. Di dalamnya menggunakan
bahasa Arab. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya
Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya” (QS. Yusuf: 2).
Allah Ta'ala menegaskan
dalam ayat tersebut bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang dipergunakan dalam
Al-Qur’an. Pun dalam firman-Nya yang lain, “Sesungguhnya kami telah
menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, supaya kalian bisa memahaminya” (QS. Az Zukhruf: 3).
Terkait
dipilihnya bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an, Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan, ”Karena bahasa Arab adalah bahasa paling fasih, paling jelas,
paling luas, dan paling banyak pengungkapan makna yang dapat menenangkan jiwa.
Oleh karena itu, kitab yang paling mulia ini (yaitu Al-Qur’an) diturunkan
dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa Arab).”
Hal senada
disampaikan Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah ketika beliau menjelaskan
QS. Asy-Syu’ara: 192-195, ”Bahasa Arab adalah bahasa yang paling mulia. Bahasa
Rasul yang diutus kepada mereka dan menyampaikan dakwahnya dalam bahasa itu
pula. Bahasa yang jelas dan gamblang. Dan renungkanlah bagaimana berkumpulnya
keutamaan-keutamaan yang baik ini. Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan
melalui malaikat yang paling utama, diturunkan kepada manusia yang paling utama
pula, dimasukkan ke dalam bagian tubuh yang paling utama yaitu hati, untuk
disampaikan kepada umat yang paling utama, dengan bahasa yang paling utama dan
paling fasih yaitu bahasa Arab yang jelas” (Taisiir Karimir Rahman, hlm. 598).
Bahasa
Arab sebagai bahasa Al-Qur'an juga bukan semata-mata karena Rasululullah itu
orang Arab dan kaumnya adalah bangsa Arab, melainkan banyak faktor dan hikmah
dapat dijadikan pelajaran linguistik mengapa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa
Arab. Sebagai bukti kesempurnaan Al-Qur'an, dapat diverifikasi bahwa tidak akan
pernah ada bacaan yang sebanding atau dapat menandinginya dari sisi kedalaman
makna maupun keindahan tata bahasa.
Menurut
M. Quraisy Shihab, Al-Qur'an terbebas dari keterbatasan ruang dan waktu.
Walaupun turun di masa Nabi, namun inspirasi Al-Qur'an akan selalu relevan
sampai kapan pun, di mana pun, dan bagi masyarakat di belahan dunia mana pun. Keunggulan
bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur'an yaitu;
Pertama, bahasa Arab memiliki
kosakata sangat banyak, lebih dari 12 juta kosakata. Makin banyak kosakata yang
dimiliki suatu bahasa, maka bisa semakin jelas dan luas pengertian, makna, dan
pesan yang dikandungnya.
Kedua, bahasa Arab dalam
Al-Qur'an itu sangat logis, rasional, dan kontekstual. Tidak mengandung sedikit
pun kecacatan atau kekeliruan, baik dari segi gramatika, semantik, maupun
stilistik dan pragmatiknya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa
Ta'ala, “Ialah Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada
kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa” (QS. Az Zumar: 28).
Masya
Allah. Bahasa Al-Qur'an sungguh luar biasa! Dengan berbagai keistimewaannya
mampu mampu meng-i'jaz (melemahkan) hati-hati yang beku untuk menerima
cahaya kebenaran dari Rabb-Nya.
Bahasa yang Sangat Indah
Menurut
Izzath Uroosa dalam Learning Arabic Language of The Qur’an, bahasa Arab adalah
bahasa yang sangat indah. Bagi orang beriman, Al-Qur'an membuka dunia baru di
mana kejahatan harus ditolak dan kebajikan harus dipromosikan. Sebaliknya,
orang-orang yang tidak beriman dapat merasakan efek magis (magical effects)
dari Al-Qur'an, tetapi tidak ingin mengubah hidup mereka.
Dan
istimewanya, tidak ada manusia yang bisa menandingi dan meniru keindahan bahasa
Al-Qur'an. Allah telah menantang manusia yang dapat meniru Al-Qur'an dan akan
memberi pelajaran (hukuman) bagi siapa pun yang menirunya. Contohnya Musailamah
Al-Kadzdzab, ia mencoba membuat surat yang persis seperti surat Al Qori'ah.
Bukannya mendapat pujian dari orang Arab, ia mendapatkan ejekan dan cibiran bahkan
menjadi bahan tertawaan masyarakat karena melakukan perbuatan bodoh dan menampakkan
kelemahannya di hadapan orang Arab.
Hati
orang Quraisy yang pada masa Rasulullah bisa jadi belum menerima Islam, belum
beriman pada dakwah Islam, akan tetapi hati mereka saat itu tetap tidak dapat
memungkiri keindahan gaya bahasa Al-Qur'an, keindahan lantunan ayat suci ini. Jika
mendengar lantunan ayat Al-Qur'an dibacakan, sontak orang Quraisy
terkagum-kagum bahkan terpesona dengan keindahannya.
Di
satu sisi indah bahasanya, di sisi lain Al-Qur'an tetap tegas dalam membedakan
antara haq (kebenaran) dan batil (kesalahan). Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman, "Janganlah
kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (jangan pula) kamu
sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya)" (QS. Al Baqarah: 42).
Al-Qur’an
memandang bahwa haq dan batil tidak mungkin bersatu. Karena haq itu berpihak
kepada Allah sementara batil berpihak kepada musuh-musuh Allah. Allah siapkan
surga bagi umat Islam yang berada di pihak yang benar dan menyiapkan neraka
bagi kafir di pihak yang salah. Tidak mungkin ada peluang bersatu antara
keduanya.
Demikianlah,
Al-Qur'an telah mengajarkan kepada umat Islam untuk berbahasa secara indah.
Lantas mengapa sebagian Muslim justru terbiasa berucap kasar bahkan berkomentar
jorok dalam berinteraksi di media? Padahal antara dunia nyata dan dunia maya
tak ada beda hisabnya. Siapa pun yang berucap kotor maka Allah kelak akan
membalas kekotoran tersebut. Dan yang baik dalam tutur katanya, pasti Allah
akan membalasnya dengan kebaikan. []
Kontributor: Puspita
Satyawati
(Pemimpin Redaksi
Muslimah Inspiratif, Narasumber
Kajian Islam)
Kirimkan Wakaf Jariyah untuk Saudara kita di Pelosok ke
https://linktr.ee/id.berbagikebaikan