ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Kristen Muhammadiyah (KrisMuha) dan ormas
tambang. Dua hal ini telah membelit Ormas Islam terbesar kedua di Indonesia itu
dalam pusaran polemik publik. Bahkan hingga hari ini, perbincangan tentang KrisMuha
masih acapkali terdengar. Diksi Kristen Muhammadiyah pertama kali disampaikan
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam bedah buku
berjudul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan oleh
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP
Muhammadiyah, Senin, (22/5/2023) di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta.
Paduan kata “Kristen Muhammadiyah” inilah yang memicu pro kontra. Terkesan mencampuradukkan antara Kristen sebagai sebuah agama dengan Muhammadiyah sebagai ormas yang mengusung nilai agama Islam. Tak pelak warganet pun riuh menyorotnya.
Seorang warganet mempertanyakan,
"Muhammadiyah kan artinya 'Pengikut Nabi Muhammad,' kalau Kristen
Muhammadiyah berarti gimana artinya? Serius nanya!" Warganet lainnya pun curhat, "Saya sangat tidak
setuju, sebab Muhammadiyah adalah satu nama besar wadah dakwah Islam, ada dalam akidah Islam.
Kalau digabungkan, bagaimana mungkin? Pemeluk Islam saja bukan, bagaimana kita
bisa merangkulnya? Alamat dan tujuannya saja sudah keliru, kok mau jalan
barengan."
Meski Abdul Mu'ti menolak varian KrisMuh sebagai wujud sinkretisme, tapi bola liar telanjur bergulir. Jangan salahkan publik bila muncul banyak komentar negatif, karena diksi KrisMuh itu sendirilah yang memancing gagal paham hingga bikin masyarakat gaduh.
Mengarah Sinkretisme
Dalam website-nya, muhammadiyah.or.id
(setahun yang lalu) menyebut KrisMuha sebagai varian baru yang terlahir dari
kiprah Muhammadiyah yang semakin kosmopolis. Istilah itu merujuk pada orang
Kristen yang menjadi simpatisan Muhammadiyah.
Varian KrisMuha muncul dari interaksi
intens antara siswa-siswa Muslim dan Kristen di sekolah Muhammadiyah di
daerah-daerah yang mayoritas beragama Kristen. Namun menurut mereka, interaksi
tersebut tidak menghilangkan identitas sebagai penganut Kristen taat.
Secara fakta, kita bisa melihat bahwa
interaksi sosial antarpenganut agama yang berbeda selama ini tidak ada masalah.
Mereka hidup rukun tanpa mengganggu keyakinan agama masing-masing. Di
daerah-daerah terpencil yang minim fasilitas pendidikan yang disediakan negara
(sekolah negeri) menjadi hal biasa ketika anak-anak dari kalangan non-Muslim
bersekolah di lembaga pendidikan yang dikelola kalangan muslim (Sekolah
Muhammadiyah).
Dari sini ada beberapa hal yang bisa kita
kritisi. Pertama, saat berbaurnya non-Muslim dengan kalangan
Muhammadiyah disebut sebagai varian baru KrisMuha, tentu sangat disayangkan
sebab arti varian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bentuk yang berbeda
atau menyimpang dari yang asli (baku). Maka varian KrisMuha bisa bermakna
sebagai bentuk baru atau menyimpang dari Muhammadiyah. Padahal masyarakat
mengenalnya sebagai organisasi Islam yang bertujuan menegakkan agama Islam.
Kedua, munculnya KrisMuha sebagai varian baru Muhammadiyah
ditengarai sebagai dampak dari pengarusan ide toleransi beragama dalam proyek
moderasi beragama. Sangat disayangkan bila varian KrisMuha justru menyimpangkan
makna toleransi dalam Islam serta mencampuradukkan antara haq dan batil. Sebab hal ini dilarang dalam Islam.
Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman, “Janganlah
kalian mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan
yang benar padahal kamu mengetahuinya” (QS. Al Baqarah: 42).
Ketiga, varian baru KrisMuha akan membingungkan
umat Islam karena Kristen adalah agama yang bertentangan dengan tauhid yang
dianut Muhammadiyah. Jika anak-anak dari kalangan Kristen bersekolah di sekolah
Muhammadiyah maka tidak boleh kemudian melahirkan varian KrisMuha. Cukup itu
sebagai bentuk amal shalih Muhammadiyah yang bisa dirasakan masyarakat.
Keempat, bentuk varian ini justru bisa mengarah
kepada sinkretisme yaitu proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau
paham, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang membingungkan
umat. Sinkretisme ini mengandung talbisul
haq bil batil. Dan ini adalah gambaran salah terhadap toleransi yang terus
digaungkan berdalih demi kerukunan umat beragama.
Demikian kesan yang tertangkap dari keberadaan varian KrisMuha. Bila mengarah pada sinkretisme dan mendukung pada pengarusan toleransi ala moderasi beragama, tentu tak layak digulirkan oleh pengurus sebuah ormas Islam terbesar di negeri Muslim ini.
Lahan Dakwah
Merespons ramainya perbincangan tentang Kristen
Muhammadiyah, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa
KrisMuha merupakan varian sosiologis, bukan teologis. Istilah ini merujuk pada
kedekatan antara warga Kristen dengan gerakan Muhammadiyah, bukan penggabungan
akidah Muhammadiyah dengan Kristen.
Meskipun KrisMuha disebut soal
sosiologis, bukan teologis, namun realitasnya ini terkait teologis. Karena
masing-masing membawa 'lambang' agama masing-masing. Banyak warganet mempertanyakan
apakah kemunculan KrisMuha karena terpengaruh ide 'saudara tua' sebelumnya
yaitu NU Cabang Kristen?
Istilah NU Cabang Kristen dimaksudkan
untuk membuka kenyataan bahwa orang-orang Kristen (dan agama lainnya) merasa
nyaman dengan NU, baik dari organisasi maupun perorangan. Mereka menjadi dekat
dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-Muslim mencintai NU atau di lingkungan
santri dikenal sebagai muhibbin (pecinta) NU. Beberapa 'praktik pengayoman'
oleh NU dapat disaksikan ketika anggota Banser ikut menjaga gereja saat umat
Kristen merayakan Natal dan hari besar lainnya.
Bila KrisMuha dimaksudkan seperti NU
Cabang Kristen, jelas ini melabrak rambu teologis. Padahal Islam sudah mengatur
dengan jelas tentang batas-batas toleransi terhadap orang kafir. Di satu sisi,
toleransi tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa Islam satu-satunya agama yang benar
serta dilakukan dengan membiarkan mereka memeluk agama dan melaksanakan ibadah
mereka, tidak menghina Tuhan mereka, serta tidak merusak tempat ibadah mereka.
Namun di sisi lain, toleransi tidak boleh
mengurangi semangat dakwah mengajak mereka masuk Islam. Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali 'Imran: 104).
Tapi Allah Ta'ala
tidak memperbolehkan dakwah dengan memaksa non-Muslim agar masuk Islam. Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman, "Tidak ada paksaan dalam
(menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan
yang benar dengan jalan yang sesat" (QS. Al Baqarah: 256).
Dengan demikian,
orang Kristen yang selama ini berinteraksi dengan Muslim di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang disebut sebagai 'simpatisan,' bisa menjadi lahan dakwah bagi
Muhammadiyah. Apalagi mereka telah merasakan kebaikan dari pelayanan pendidikan
di sekolah tersebut. Butuh beberapa langkah lagi untuk mengenalkan mereka pada
keindahan ajaran agama Islam yang lebih luas. Upaya ini akan menambah pahala
jariyah bagi amal usaha persyarikatan ini. Insya Allah. Aamiin. []
Kontributor:
Puspita
Satyawati
(Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)
Berikan Wakaf Jariyah dan Pilih Program Unggulan Favoritmu di https://linktr.ee/id.berbagikebaikan