Monday, August 12, 2024

KAMU HEBAT! JUNGKIR BALIK DEMI REZEKI HALAL

ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Indonesia darurat kerja! Bagaimana tidak? Beberapa waktu lalu, viral video 220 orang antre melamar kerja di sebuah warung seblak di Sindangkasih, Ciamis, Jawa Barat. Padahal warung itu hanya butuh 20 karyawan baru (tribunnews.com, 24/5/2024).

Kini, persaingan kerja kian sengit. Terlebih ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Di Jakarta, PHK meningkat hingga hampir 10 kali lipat (1.000 persen). Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, selama periode Januari-Juni 2024, 7.469 tenaga kerja terkena PHK di Jakarta. Total PHK di Indonesia sampai Juni 2024 mencapai lebih dari 32 ribu orang (asumsi.co, 1/8/2024).

Sulitnya lapangan kerja turut memicu orang menempuh cara haram demi meraih rezeki. Meski tahu haram, judi online (judol) tetap digemari sebab dianggap cara termudah mendapat cuan secara instan. Pinjaman online (pinjol) dengan riba pun laris manis. Bahkan beberapa perempuan rela menjual diri serta mengiklankannya melalui aplikasi open booking out (BO).

Sulitnya lapangan pekerjaan membuat sebagian orang mengambil jalan haram. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro

"Yang haram saja susah didapat, apalagi yang halal," kilahnya. Mereka lupa bahwa bila dia Muslim, maka yang dicari tak sekedar rezeki (baca: harta, materi). Tapi juga keberkahan dari apa yang didapat. Bukan hanya untuk nikmat di dunia, tapi perhitungannya hingga surga atau neraka.

 

Rezeki: Hanya dari-Nya

Rezeki itu pemberian. Dalam bahasa Arab, razaqa bermakna a'tha, yaitu memberikan sesuatu. Namun banyak manusia menduga bahwa mereka yang memberikan rezeki bagi diri sendiri. Seorang pegawai yang gajinya naik, menyangka bahwa kerja kerasnyalah penyebab pencapaian tersebut. Pun seorang pedagang. Saat dagangan laku keras hingga laba berlimpah, ia merasa karena usaha terbaiknya.

Mereka lupa bahwa kerja keras, upaya terbaik, hanyalah sarana untuk menjemput rezeki-Nya. Bila kerja dan upaya manusia adalah sebab rezeki, maka semua orang yang banting tulang, peras keringat, pasti akan mendapat rezeki banyak. Nyatanya, pedagang yang sama-sama berjualan di tempat dan waktu sama, bahkan barang dagangan sama, belum tentu dapat hasil sama. Ada yang laris manis, ada yang kurang laku, bahkan ada yang nol pembeli.

Maka upaya atau kerja sekeras apa pun, itu hanyalah keadaan yang (biasanya) mengantarkan pada datangnya rezeki. Tapi bukan sebab penurun rezeki itu sendiri. Lalu, siapakah pemberi rezeki hakiki? Dialah Allah Azza wa Jalla. Banyak ayat Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allah-lah Dzat yang mampu dan berhak memberikan rezeki.

"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya" (QS. Al Ma'idah: 88).

"Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki" (QS. Ar Ruum: 40).

"Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan" (QS. Ali Imran: 37).

Keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Sang Pemberi Rezeki, akan berdampak positif bagi Muslim. Pertama, ikhtiar dan tawakal menjadi kunci aktivitas. Seorang Muslim memahami bahwa tugas hamba adalah berusaha, sementara Allah yang memberikan hasilnya. Dan biasanya Allah akan memberi sesuatu sesuai kadar usaha sang hamba. 

Burung pun dijamin rezekinya oleh Allah Taala. Foto : Amazing Sedekah/Canvapro

Kedua, menjadi pribadi rendah hati. Dia tidak merasa gede kepala (jumawa) saat mendapat rezeki berlimpah karena semata-mata itu pemberian-Nya.

Ketiga, tidak mudah bersedih dan putus asa. Saat hasil tidak sesuai ekspektasi sementara ia merasa telah mati-matian mengusahakan, ini tidak akan membuatnya terpuruk. Ia berprasangka baik pada Allah, memang 'segitu' rezeki yang diberikan padanya saat itu.

 

Carilah Rezeki Halal

Rezeki Allah itu teramat luas. Rezeki tak selalu identik dengan harta kekayaan.  Prinsip ini kerap luput dari pemahaman umat. Mereka mengira Allah hanya memberi rezeki berupa uang, emas, perak, atau jenis kekayaan lainnya.

Padahal segala sesuatu yang diberikan oleh Allah; kesehatan, kelapangan, kesempatan untuk beramal shalih seperti mengaji Islam, berdakwah, ini juga rezeki. Segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan, juga bagian rezeki. Misalnya; ilmu, akhlak, dan seterusnya.

Di satu sisi, yang bisa menurunkan rezeki memang hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Namun di sisi lain, Dia pun memerintahkan manusia agar menjemputnya dengan cara halal.

Meski sama-sama datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, namun rezeki ada yang halal dan haram. Rezeki halal berasal dari upaya (cara) yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk dilakukan. Misalnya; bekerja, berburu hewan, bertani, berdagang, melakukan syirkah, dan seterusnya.

Adapun rezeki yang haram diperoleh dari kerja yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Contoh; mencuri, menjual miras, berjudi, melacurkan diri, korupsi, menyuap, dan lain-lain.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman  janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu” (Q.S. An Nisa: 29).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang mencari rezeki dengan cara menzalimi orang lain atau cara-cara yang dilarang oleh syariat Islam. Maka, seorang Muslim yang shalih (shalihah) akan menjemput rezeki-Nya hanya dengan cara yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Meski sedikit rezekinya atau bahkan tanpa hasil, selama niat bekerja demi meraih ridha-Nya serta caranya benar (sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya), insya Allah Dia tetap mencatatnya sebagai amal shalih dan layak mendapat pahala. []

 

Kontributor: Puspita Satyawati (Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam) 

Kirim Wakaf Terbaik untuk Sesama ke https://linktr.ee/id.berbagikebaikan