ID.berbagikebaikan.com- Wow! Tepat di Hari Ulang Tahun RI ke-79 (Sabtu, 17/8/2024), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly mengumumkan, 176.984 narapidana (napi) dan anak binaan menerima Remisi Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) Tahun 2024. Menurut Yassona, pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini bikin pemerintah menghemat anggaran negara sekitar Rp 274, 36 miliar dalam pemberian makan kepada mereka (tempo.co, 18/8/2024).
Sebenarnya agak memalukan enggak sih,
bila salah satu motivasi pemberian remisi oleh pemerintah adalah penghematan
anggaran? Kok, jadinya pemerintah "itung-itungan" dalam mengatur
kemaslahatan rakyat. Terlebih ada logika tidak nyambung. Di satu sisi
pemerintah merasa terbebani dengan biaya hidup napi di rumah tahanan (rutan),
tetapi di sisi lain tidak menutup total berbagai celah kriminalitas.
Selain itu, bagaimana dengan kasus yang
layak dihukum berat tapi juga dapat remisi? Koruptor misalnya. Maling berkerah
putih ini telah makan uang rakyat dan bikin kas negara tekor. Pengurangan masa
pidana pun ditengarai tidak membuat efek jera.
Belum lagi soal fasilitas dalam lapas
yang bisa dibeli. Asal ada cuan, kamar berfasilitas mewah bisa
disediakan. Fenomena school of crime juga terjadi. Napi
"berguru" kepada napi yang lebih pintar ilmu kejahatannya. Tak kapok, ia mengulang kejahatan dan
akhirnya balik lagi ke lapas. Bila penjara tak lagi bikin jera, lalu fungsinya
buat apa?
![]() |
Ilustrasi adanya remisi tahanan koruptor menyakiti hati masyarakat. Foto: Indonesia Berbagi Kebaikan/Canvapro |
Penjara sebagai Ta'zir
Dari kondisi penjara di era kini yang
problematik, penulis mengajak untuk menengok kembali apa fungsi penjara dalam
Islam. Sebagai agama paripurna, Islam memberi perhatian pada aspek sanksi
(hukuman) bagi pelaku kejahatan. Salah satunya yaitu penjara.
Rutan atau lapas atau penjara, dalam
bahasa Arab, disebut al sijnu berarti menahan. Yaitu tempat untuk
menahan atau membatasi kebebasan mereka yang dikurung tersebab melakukan
pelanggaran. Islam memandang bahwa penjara adalah salah satu jenis dari ta’zir.
Ta’zir adalah sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh khalifah.
Syaikh Abdurrahman al-Maliki penulis buku
Sistem Sanksi dalam Islam menjelaskan, pemenjaraan memiliki arti mencegah atau
menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri. Artinya kebebasan individu benar-benar
dibatasi sebatas apa yang dibutuhkannya sebagai seorang manusia.
Penjara menjadi tempat untuk menjatuhkan
sanksi bagi pelaku kejahatan. Ini artinya, penjara adalah tempat di mana orang
menjalani hukuman agar menjadi jera dan bisa mencegah orang lain melakukan
kejahatan serupa.
Karena itu, penjara harus memberi rasa
takut dan cemas bagi orang yang dipenjara. Tidak boleh ada lampu yang terang
(harus remang-remang) dan segala jenis hiburan. Tidak boleh ada alat komunikasi
dalam bentuk apa pun. Karena penjara adalah tempat untuk menghukum para pelaku
kejahatan. Tidak peduli miskin atau kaya, tokoh masyarakat atau jelata. Semua
diperlakukan sama.
Namun demikian, bukan berarti negara
bersikap tidak manusiawi. Seorang napi tetap mendapatkan makan minum, hanya
saja dibatasi. Boleh tidur atau istirahat. Boleh dikunjungi keluarga atau
kerabat dekat dengan waktu singkat. Bahka jika kepala penjara memandang perlu
khusus untuk mendatangkan istri sang napi, hal itu diperbolehkan. Tentu dengan
melihat bagaimana perilaku napi tersebut dan latar belakangnya.
Jadi sangat manusiawi tapi tidak mengistimewakan.
Bahkan di masa Khalifah Harun Al Rasyid, para napi dibuatkan pakaian secara
khusus. Jika musim panas tiba, dikenakan pakaian terbuat dari katun, sedangkan
pada musim dingin dibuatkan pakaian dari wol. Dan secara berkala, kesehatan
para napi diperiksa.
Penjara Pertama dalam Sejarah Islam
Pada masa Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wasallam dan Khalifah Abu Bakar, mereka tidak membangun tempat
khusus untuk penjara. Seiring berkembangnya peradaban Islam dengan meluasnya
wilayah kekhilafahan, semakin banyak pemeluk Islam, serta kian banyaknya pelaku
pelanggaran, maka pada masa Khalifah Umar bin Khattab, dibuatlah penjara
pertama dalam sejarah Islam di Makkah.
Khalifah Umar berinisiatif membeli rumah
Shafwan bin Umayyah seharga 4.000 dirham, lalu dikhususkan untuk menahan para
pelaku pelanggaran. Hingga pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib,
ia membangun tempat khusus bagi para pembuat onar, bernama penjara Nafi yang
berarti bermanfaat.
Namun karena bangunannya kurang kokoh,
banyak tahanan yang mudah melarikan diri. Maka, sang khalifah melakukan
evaluasi dan dibangunlah kembali sebuah penjara yang disebut Mukhayyis,
kemudian resmi menjadi bangunan penjara pertama dalam Islam.
![]() |
Fungsi penjara dalam Islam sebagai efek jera. Foto: Indonesia Berbagi Kebaikan/Canvapro |
Secara umum, pada masa Khulafaur
Rasyidin, para tahanan diperlakukan dengan layak. Dan pada masa Khalifah Umar
bin Abdul Aziz, meski hanya memerintah 2-3 tahun, namun terkenal keshalihan
dan kemakmuran dunia Islam di bawah kekuasaannya. la pun memperbaiki kondisi
penjara. Dari fasilitas hingga perlakuan terhadap para tahanan.
Umar mengembalikan fungsi penjara agar
sesuai maqasyid syariat (tujuan penetapan hukum). Ada beberapa perbaikan
yang dilakukan Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkait kondisi penjara;
Pertama,
penjara adalah satu bagian dari hukuman. Dilarang memenjarakan seseorang tanpa
alasan yang dibenarkan syariat. Umar memegang prinsip bahwa tak ada hukuman
tanpa tindak kejahatan, sehingga ia sangat berhati-hati dalam menghukum pelaku
kejahatan.
Kedua, hukuman kurungan
adalah salah satu jenis hukuman ta'zir dan bukanlah hukuman had. Umar
berpendapat bahwa jika seseorang sudah mendapatkan hukuman had, maka ia
tak berhak lagi dihukum ta'zir.
Ketiga, penjara mempunyai
esensi berupa hukuman juga kehinaan. Seseorang yang dipenjara, sejatinya mendapatkan
hukuman berupa penahanan dan sanksi sosial berupa kehinaan di mata masyarakat.
Keempat,
hukuman penjara memiliki nilai kemaslahatan bagi pelaku pelanggaran maupun masyarakat.
Umar bin Abdul Aziz mengatakan, "Penjara merupakan bangunan yang dibangun
oleh mereka yang berkeadaban untuk membersihkan dosa manusia."
Kelima, dalam Islam
sejatinya hukuman penjara bukanlah tujuan utama, tetapi penegakan keadilan. Sebagian
ulama termasuk Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa penjara adalah alat untuk
memperbaiki perilaku manusia. Jika diperoleh cara lain untuk perbaikan selain
penjara, maka jalan itu dapat ditempuh.
Demikian gambaran penjara dalam syariat Islam. Dengan model penjara ini, akan timbul efek jera bagi pelaku kejahatan. Inilah yang berfungsi sebagai zawajir (pencegah). Mencegah bagi pelaku atau orang lain (masyarakat) untuk melakukan kejahatan serupa. Inilah salah satu keunggulan sistem sanksi dalam Islam. Tidakkah kita merindu keadilannya? [PS]
Kontributor:
Puspita Satyawati (Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)
Kirim Wakaf Terbaikmu untuk Sesama ke https://linktr.ee/id.berbagikebaikan