Tuesday, August 27, 2024

Ada Harga Ada Rupa: Kala Pendidikan Jadi Komoditas Belaka

Pendidikan Mahal

 

ID.BERBAGIKEBAIKAN.COM- Ada uang, ada barang. Enggak punya uang, ya enggak bisa beli barang. Kalau uangnya sedikit, ya dapat barangnya "gitu doang." Ini era kapitalisme, Bung! Yang semua hal diukur dengan duit, cuan, uang. Bila Anda bukan kaum beruang, jangan kebanyakan gaya. Atau bergaul dengan bangsa sosialita. Ini bakalan bikin Anda sengsara.

Ada harga, ada rupa. Pendidikan pun tak ada bedanya dengan barang. Bahkan disinyalir telah terjadi kapitalisasi pendidikan. Pendidikan jadi komoditas layaknya benda. Layak untuk diperjualbelikan sesuai kemampuan finansial konsumen.

Siapa yang berduit, dia mampu "membeli" sekolah mahal yang biasanya lebih berkualitas. Di Jogja misalnya. Biaya masuk sekolah dasar Islam favorit di Kota Pelajar ini berkisar 20-30 juta. SPP perbulan 1,5-2 juta. Uang tahunan 6-10 juta. Biaya pendaftaran 200-an ribu, dan masih ada sekolah yang menarik biaya untuk tes dan wawancara. Bagi kalangan elit (ekonomi sulit), cukup berpuas diri sekolah di SD negeri.

Padahal pendidikan adalah kebutuhan pokok secara komunal. Semestinya, baik yang kaya maupun kaum papa, sama-sama berkesempatan menikmati pendidikan berkualitas. Sama-sama berpeluang meningkatkan derajat kualitas hidup. Namun realitasnya, bak jauh panggang dari api. Tetaplah pendidikan hanya milik yang kaya. Bagi kaum papa, sekolah berkualitas hanya impian. Jauh dari jangkauan.

 

Tanggung Jawab Negara

Pernah mendengar komentar begini? "Mau menjadikan anak shalih kok susah ya. Biayanya mahal. Coba lihat, sekolah-sekolah Islam terpadu harganya sudah berkejut-kejut. Jutaan. Enggak ada beda dengan sekolah lainnya, terkesan matre juga."

Kenapa pendidikan semakin berkualitas, kian mahal pula harganya? Hingga memunculkan kesenjangan di tengah masyarakat. Faktanya, sekolah yang dianggap berkualitas itu kebanyakan swasta. Meski negeri juga ada sebenarnya.

Ketika swasta mengelola pendidikan, bisa dipastikan bahwa sumber utama pendanaan berasal dari orang tua siswa. Sementara biaya operasional sekolah itu sangat tinggi. Pos terbesar untuk gaji guru, lalu sarana prasarana, dan lain sebagainya. Dan untuk meraih kualitas,  butuh dana tak sedikit.

Apalagi di era kapitalis saat ini. Apa-apa butuh duit. Jadilah biaya sekolah di swasta lebih mahal. Ada sih yang harganya lebih murah atau terjangkau di kantong. Tapi fasilitasnya tentu berbeda dengan yang membayar lebih mahal.

id.berbagikebaikan-pendidikan-mahal
Ilustrasi besarnya biaya yang harus dikeluarkan jika ingin kualitas pendidikan bagus. Foto: Indonesia Berbagi Kebaikan/Canvapro

Maka kalau dalam sistem Islam, pendidikan menjadi tanggung jawab negara untuk menyelenggarakan. Sebagaimana kesehatan dan keamanan yang merupakan kebutuhan pokok secara komunal, maka negaralah yang menjamin pemenuhannya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari).

Jaminan ini diwujudkan dengan menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Pun wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang memadai seperti gedung sekolah, laboratorium, balai penelitian, buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara juga wajib menyediakan guru yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.

Para Sahabat bersepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga pengajar di instansi pendidikan negara khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.

Operasional pendidikan butuh biaya sangat tinggi. Namun hal itu tidak jadi masalah. Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara khilafah diambil dari Baitul Mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat.

Demikianlah pengelolaan pendidikan dalam pandangan Islam. Sebagai pelayan umat, penguasa memiliki dua bentuk pertanggungjawaban. Secara horizontal, pada rakyat yang dilayani. Secara vertikal, pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai Rabb yang memerintahkan untuk mengatur urusan rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Maka penguasa dalam Islam akan bertugas dengan sepenuh jiwa.

 

Masa Keemasan Andalusia

Andalusia, di sinilah puncak peradaban Islam pernah berada. Saat bangsa Eropa-Kristen masih buta huruf, umat Islam di Andalusia justru telah menjadi kaum terdidik dan terpelajar. Bahkan tidak sedikit yang menjadi ilmuwan prolifik dengan karya-karya besar dan bermutu tinggi.

Ketika umat Islam di Andalusia mendirikan Universitas Cordova, bangsa Eropa-Kristen baru terbuka mata akan pentingnya ilmu pengetahuan. Mereka berdatangan ke universitas tersebut untuk menimba ilmu pengetahuan dari ilmuwan dan intelektual Muslim. Mereka juga menerjemahkan ilmu-ilmu pengetahuan Islam ke dalam bahasa Eropa.

Semangat keilmuan Eropa-Kristen inilah yang kemudian melahirkan renaissance, kebangkitan intelektual dan kultural Eropa-Kristen. Era renaissance menjadi tonggak penting dan babak baru kemajuan peradaban modern di Eropa sekaligus menandai berakhirnya periode klasik Islam.

Kemajuan paling menonjol di Andalusia terlihat pada masa pemerintahan Abdurrahman I, Abdurrahman III, dan Al Hakam II. Ketiganya memberikan kontribusi besar dalam menata gerak kebangkitan kebudayaan Islam di Andalusia. Masa pemerintahan Abdurrahman I sangat fenomenal ditandai dengan pembangunan besar-besaran di segala bidang. Pembangunan istana dan Masjid Agung Al Hamra di Cordova adalah di antara proyek besarnya. Selain itu, ia juga mendirikan gedung-gedung perguruan tinggi, institusi-institusi pendidikan tingkat sekolah dasar dan menengah, serta membentuk lembaga-lembaga kajian ilmiah.

Al Hamra Spanyol

Adapun Khalifah Al Hakam II dikenal sebagai khalifah pecinta ilmu pengetahuan. Ia memperluas perpustakaan di ibukota Cordova sehingga menjadi perpustakaan terbesar di Eropa pada masanya dan abad berikutnya. Cara unik Al Hakam II untuk menambah koleksi buku adalah dengan membeli naskah dan manuskrip dari para ilmuwan dan pengarang dengan harga/imbalan yang sangat besar. Lebih unik lagi, di antara naskah yang ia beli justru karangan penulis dari Baghdad, yaitu al-Aghani (20 jilid) karya Abu al-Faraj al-Ashfahani (897-966 M). Dia membeli naskah itu seharga 1.000 dinar emas.

Selain itu, Khalifah Al Hakam memajukan intelektual dengan mengundang para sarjana, cendekiawan, dan penulis professional datang ke istana. Atas ilmu yang mereka berikan, Al Hakam memberikan insentif, hadiah, atau imbalan lebih dari selayaknya. Ia pun mencurahkan perhatian kepada dunia pendidikan dengan membangun puluhan sekolah baru dan meningkatkan kualitas Universitas Cordova.

Demikian upaya penguasa Andalusia di masa kejayaan Islam dalam memajukan peradaban. Sesuatu yang hilang di era sekarang. Ketka pendidikan diabaikan. Kalah oleh pertunjukan hiburan. Atau ego orang yang duduk di kursi kekuasaan. Semoga masa kejayaan kaum Muslimin itu segera tiba. Aamiin.

Kontributor: Puspita Satyawati

(Pemimpin Redaksi Muslimah Inspiratif, Narasumber Kajian Islam)


Kirimkan Wakaf Terbaik untuk Membantu Sesama ke https://linktr.ee/id.berbagikebaikan